Article Details

Main Article Content

Arya Bima Senna

Pascapanen dalam budidaya berguna sebagai pascapanen merupakan salah satu aspek penting dalam penjualan hasil tanaman kakao. Harga jual biji kakao sangatlah beragam tergantung juga dari pengepul. Ada juga dibeberapa daerah membentuk koperasi petani sehingga hasil dari panen petani dapat dikoordinir dalam satu koperasi yang menyebabkan harga yang terkontrol dan lebih jelas, karena ada standar yang sudah ditetapkan petani menjual dari biji kakao basah, biji kakao kering belum terfermentasi, biji kakao kering sudah terfermentasi. Dalam prakteknya pascapanen meliputi  sortasi, pembelahan buah, fermentasi, perendaman dan pencucian, pengeringan, penggudangan. Pengolahan pascapanen pada tanaman kakao untuk meningkatkan kualitas dari hasil panen kakao yang dimiliki oleh petani. Biji yang telah melalui fermentasi akan meningkatkan cita rasa ketika biji kakao diolah. Biji kakao yang melalui dalam proses pengolahan pascapanen akan lebih lama disimpan dan tidak akan mengurangi kualitas dari biji kakao. Biji kakao yang difermentasi mengandung air didalamnya yang berfungsi selama fermentasi untuk proses reaksi enzima pada biji serta untuk pertumbuhan mikroba pada pulp kakao. Kakao yang telah mengalami proses pasca panen inilah yang memiliki nilai jual yang tinggi sehingga akan meningkatkan pendapatan petani. Ada juga dibeberapa daerah membentuk koperasi petani sehingga hasil dari panen petani dapat di koordinir dalam satu koperasi yang menyebabkan harga yang terkontrol dan lebih jelas, karena ada standar yang sudah ditetapkan petani menjual dari biji kakao basah, biji kakao kering belum terfermentasi, biji kakao kering sudah terfermentasi.

Keywords: Biji kakao Fermentasi Kakao Pascapanen

Afrianto, E. (2008). Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan Jilid II. Jakarta. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

Ardhana, M. M. & Fleet, G. (2003). The Microbial Ecology of Cocoa Bean Fermentation in Indonesia. International Journal of Food Microbiology. 86 (2003) : 87-99.

Badan Pusat Statistik. (2017). Stasistik Kakao Indonesia. Jakarta.

Biji Kakao 01-2323-2008. BPTP Yogyakarta.

Ditjenbun. (2012). Pedoman umum gerakan nasional peningkatan produksi dan mutu kakao. Kementan, Jakarta.

Ditjenbun. (2013). Pedoman teknis penanganan pasca panen tanaman kakao. Kementan, Jakarta.

Guntoro, Suprio, Yasa, & M. Rai. (2005). Penggunanan limbah Kakao fermentasi untuk pakan Ayam Buras Petelur. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.2, Juli 2005. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.

Hatmi, R.U. & Rustijarno, S. (2012). Teknologi Pengolahan Biji Kakao Menuju SNI Biji Kakao 01 – 2323 –2008. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sleman. Yogyakarta.

Hernani, S. Yuliani, W. Haliza, S.I. Kailaku, & D. Sumangat. (2011). Teknologi produksi starter mikroba untuk peningkatan mutu biji kakao di tingkat pedagang pengumpul. Laporan Hasil Penelitian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

Hii C.L., Abdul, R. R., Jinap, S., & Che, M. Y.B. (2006). Quality of Cocoa Beans Dried Using a Direct Solar Dryer at Differment Loading. Jurnal of Science of Food anf Agriculture. (86); 1237-1243.

Iflah, T. T. (2016). Indeks Fermentasi sebagai Indikator Keberhasilan Fermentasi Pada Kakao Tipe Lindak dan Mulia. Sukabumi: Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar.

Karnamawati, E., Zainal, Syakir, Joni, M., Ketut, A., & Rubiyo. (2010). Budidaya dan Pascapanen Kakao. Bogor.

Marzuki, E. (2012). Sistem Inovasi Daerah (SIDa) Sumatera Selatan. Badan Litbang dan Inovasi Daerah Provinsi Sumatera Selatan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Masbaitun, H., Septi, W., & Siti, R.G., (2015).Teknologi Fermentasi Kakao Kualitas Kakao Kualitas Ekspor di Papua. Papua.

Misnawi. (2008). Physico-Chemical Changes During Cocoa Fermentation and Key Enzymes Involved. Review Penelitian Kopi dan Kakao, 47–64.

Munarso, S.J., K.T. Dewandari, & I. Rahmawati. (2016). Pengaruh teknik dan waktu fermentasi terhadap mutu biji kakao (Theobroma cacao L). Laporan Hasil Penelitian 2015. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

Puastuti, W. (2002). Pengolahan kotoran ternak dan kulit buah Kakao untuk mendukung integrasi Kakao-Ternak. Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litbang dan Pengkajian Sistem Integrasi Tanaman – Ternak. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Rahman, F., Darise, F., & Djamalu, Y. (2016). Rancang bangun mesin pemecah buah kakao. Jurnal Teknologi Pertanian Gorongtalo (JTPG). 1(1): 95-104.

Sabahannur, N & Subaedah. (2016). Kajian mutu biji Kakao petani di Kabupaten Luwu Timur, Soppeng dan Bulukumba. Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No.2, Balai Besar Industri Hasil Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Makassar.

Sekertaris jendral. (2007). Gambaran Sekilas Industri Kakao. Sekertariat Jendral, Jakarta.

Sidabariba, N.W., Ainun, R., & Saipul, B.D. (2017). Uji Variasi Suhu Pengeringan Biji Kakao dengan Alat Pengering Tipe Kabinet Terhadap Mutu Bubuk Kakao. J.Rekayasa Pangan dan Pert. Vol. 5 (1) ; 192-195.

Sugiharti, E. (2008). Petunjuk Praktis Menanam Kakao. Binamuda Ciptakreasi. Yogyakarta.

Susanti, R. (2012). Analisis Senyawa Fenolik (43-65). Semarang: Universitas Diponegoro Press.

Wahyudi, T & Pujiyanto. (2008). Panduan Lengkap Kakao. Penebar Swadaya, Jakarta.

Received: 04 Nov 2020; Accepted: 16 Dec 2020; Available Online: 23 Dec 2020;